Pages

About

Jumat, 16 Juli 2010

Arah Kiblat




YOGYA (KR) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya memperbaiki keputusan tentang arah kiblat. Dalam fatwa No 3/2010, kiblat ke arah barat. Namun berdasarkan masukan banyak pihak, termasuk para ahli, akhirnya direvisi ke arah barat laut.
”Karena posisi Indonesia ada di sebelah timur sedikit ke selatan, maka arah kiblat menghadap barat laut,” ungkap Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, AM Asrorun Niam kepada wartawan di Gedung MUI, Jakarta, kemarin.

Meski demikian, jelas Asrorun, MUI meminta masyarakat tidak perlu risau, apalagi membongkar tempat ibadahnya untuk mengarahkan pada kiblat. Cukup memperbaiki saf-nya saja.
”Untuk kepentingan tersebut, MUI mengimbau kepada pengurus masjid atau musala, bagi yang kiblatnya tidak tepat perlu ditata ulang saf-nya, tidak perlu membongkar bangunannya,” katanya.
Ia membantah, pergeseran lempeng bumi yang berakibat bergesernya arah kiblat masjid dan musala di Indonesia dan tidak perlu dirisaukan. Berdasarkan keterangan ahli geologi, gempa bumi dan tsunami tidak mempengaruhi pergeseran arah kiblat.

Posisi ini, lanjutnya, dipastikan akan berbeda disesuaikan dengan posisi dari orang tersebut tinggal. ”Contohnya, arah kiblat orang di Cirebon akan sedikit berbeda kemiringannya dengan orang yang berada di Kalimantan,” jelasnya.

Sebelumnya telah diberitakan, sebanyak 320.000 atau 40% dari 800.000 masjid se-Indonesia mengalami pergeseran arah kiblat. Salah satu penyebabnya adalah bergesernya lempeng bumi dan musibah gempa bumi bertubi-tubi yang melanda Tanah Air. Direktur Urusan Agama Islam Kementerian Agama Rohadi Abdul Fatah mengatakan, angka tersebut diperoleh dari hasil penelitian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo yang menunjukkan adanya pergeseran arah kiblat dari ratusan ribu masjid tersebut.

Dihubungi terpisah, Ketua Jogja Astro Club (JAC), Mutoha, menjelaskan, ada cara mengukur arah kiblat dengan biaya murah, yaitu dengan menggunakan fenomena astronomis yang terjadi pada hari yang disebut sebagai yaumul rashdul qiblat atau hari meluruskan arah kiblat karena saat itu matahari tepat di atas Kabah. Fenomena yang terjadi 2 kali selama setahun ini dikenal juga dengan istilah Transit Utama atau Istiwa A’dhom.

Dari hitungan astromi, posisi matahari pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli pukul 16:27 WIB, tepat berada di atas Kabah. Dengan demikian, posisi tersebut dapat menjadi petunjuk arah kiblat, dengan melihat bayangan sinar matahari.

”Jika 16 Juli besok mendung, masih ada toleransi untuk mengukur pada 2 hari mendatang, yakni tanggal 17 dan 18 Juli. Toleransi diberikan karena pergeseran tanggal tidak begitu terlihat,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menjelaskan salat menghadap Kabah lebih afdhol, namun seandainya shalat tidak tepat benar menghadap Kabah, tetap sah.

”Kalau saya secara pribadi sebagai muslim menyakini bahwa salat menghadap Kabah, Kabatullah di Makkah Al Mukaromah, di tengah Masjidil Haram itu memang akan afdhol kalau bisa mengusahakan. Tetapi, ini kan normatif saja,” kata Din usai usai pertemuan antartokoh agama di Jakarta.

(Sim/Jon)


0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blogroll

Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

About